PT Kontak Perkasa – Berawal dari rasa prihatin melihat mulai punahnya permainan tradisional anak, menggugah Uteng Suhendar (48) untuk membentuk Komunitas Kaulinan Barudak Langensari (Kalasar).

Dalam wadah itu, Uteng tak hanya menghidupkan kembali permainan anak dengan membuat alat permainannya, namun juga mengemasnya menjadi sebuah tontonan yang menarik.

Beberapa waktu lalu, sekumpulan anak-anak terlihat asyik bermain di sanggar Kalasar yang terletak di RT 3 RW 4, Desa Langensari, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB).

Riuh tawa canda mereka terdengar saat memainkan permainan seperti congklak, bakiak, egrang batok, oray-orayan, sasalimpetan dan berbagai permainan lain yang mulai jarang ditemui kini.

Sanggar Kalasar, selain menjadi bengkel bagi Uteng untuk membuat mainan dan alat musik tradisional, juga menjadi arena bermain dan berlatih kesenian Sunda bagi anak-anak di wilayah setempat.

“Anak-anak sekarang sudah jarang memainkan permainan tradisional, sekarang senangnya bermain gawai. Untuk itu saya terpikir untuk menghidupkan kembali permainan tradisional Sunda,” kata Uteng saat ditemui detikcom di kediamannya beberapa waktu lalu.

Ide itu muncul pada 2007 lalu. Ketika itu Uteng yang baru pindah ke Langensari melihat anak-anak yang asyik bermain di kampung tersebut.

“Waktu saya pindah ke sini, kira-kira tahun 2006-2007, saya lihat anak-anak main gatrik, egrang, dan kaulinan barudak yang lain. Dari situ saya berpikir, bisa atau enggak permainan anak ini dikemas menjadi sesuatu yang menarik,” kata Uteng, yang biasa disapa Abah Akung.

Pria yang sempat menjadi guru honorer itu juga mengajari anak-anak memainkan alat musik tradisional seperti toleat, karinding, celempung dan juga alat musik lainnya.

Hingga akhirnya ia mengkolaborasikan seni dan permainan tradisional menjadi sebuah pertunjukan dengan melibatkan anak-anak yang dilatihnya.

“Kemudian ada panggilan ke kafe atau restoran. Malah sampai sekarang juga masih suka main di restoran Sunda yang ada di Parongpong. Lumayan buat bekal dan jajan anak-anak,” ujarnya.

“Penontonnya ada dari Singapura, Malaysia, Thailand. Pertunjukan kami juga jadi momen untuk mengenalkan seni dan permainan tradisional Sunda, kadang turis itu tertarik dan ingin membeli alat permainannya,” kata Uteng.

Uteng berharap, kesenian dan permainan tradisional Sunda bisa terus bertahan di tengah arus modernisasi yang serba digital. Selain itu, permainan tradisional juga, memberikan pelajaran bagi kehidupan anak-anak kelak.

“Oleh karena itu, anak-anak harus dikenalkan. Kalau tidak, seni dan kaulinan barudak akan dilupakan dan akhirnya menghilang,” katanya. – PT Kontak Perkasa

Sumber : detik.com